Peningkatan gas rumah kaca di atmosfer mendorong perubahan iklim pada kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dilansir dari laman Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan World Meteorological Organization (WMO) mencatat bahwa tahun 2023 menjadi tahun terpanas dengan anomali suhu rata-rata global mencapai 1,4°C di atas tingkat suhu pada era pra industri.
Pemanasan global kini menjadi ancaman utama pada krisis iklim yang dampaknya semakin mengkhawatirkan dan nyata. Dan inilah tanda-tanda perubahan yang efeknya sudah kita rasakan saat ini.
Apa Saja Tanda Pemanasan Global Makin Parah?
Dampak pemanasan global bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan. Jika tidak segera diatasi, pemanasan global bisa merusak kehidupan manusia, ekosistem hewan dan tumbuhan.
Berikut beberapa tanda pemanasan global yang dari tahun ke tahun gejalanya semakin parah:
1. Peningkatan Suhu Rata-Rata Bumi
Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) AR6 2023 menyebutkan bahwa suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat sekitar 1,09 °C (rentang 0,95–1,20 °C) dibandingkan periode pra-industri.
Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca akibat berbagai aktivitas manusia, termasuk pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan kegiatan industri.
Baca Juga: Ini Pentingnya Mengurangi Emisi Karbon untuk Masa Depan Bumi
2. Cuaca Ekstrem
Peningkatan suhu akibat pemanasan global akan mempengaruhi parameter cuaca, sehingga bisa menyebabkan perubahan suhu permukaan laut, meluasnya wilayah kekeringan, dan pencairan salju sebelum waktunya.
Kondisi-kondisi ekstrem ini memperburuk kerentanan wilayah yang sudah rawan bencana. Perubahan cuaca yang drastis juga menciptakan lingkungan yang mendukung berkembangnya wabah penyakit, seperti malaria, dengue, dan penyakit pernapasan.
Cuaca ekstrem bukan sekadar gangguan sementara, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan lingkungan, kesehatan masyarakat, dan stabilitas sosial ekonomi.
3. Mencairnya Es di Kutub
Pemanasan global yang disebabkan oleh akumulasi gas rumah kaca di atmosfer telah mempercepat pencairan es di kawasan kutub, terutama di Kutub Utara (Arktik). Es laut dan gletser di wilayah kutub mencair dengan kecepatan yang jauh melebihi pola alami.
Ketika es daratan ini mencair, air tawar yang sebelumnya tersimpan dalam bentuk padat mengalir ke laut, menyebabkan kenaikan permukaan laut secara global.
Selain menyebabkan naiknya permukaan laut yang mengancam wilayah pesisir dan pulau-pulau rendah, pencairan es juga mengganggu sistem iklim global.
Baca Juga: Ini Penyebab Utama Perubahan Iklim yang Makin Merusak Bumi
4. Perubahan Pola Musim dan Iklim
Gas rumah kaca secara alami berperan penting dalam menjaga suhu bumi tetap stabil. Namun, pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi telah meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca secara drastis, sehingga membuat iklim berubah terus menerus.
Selama 10.000 tahun terakhir, suhu global memang naik sekitar 3°C–8°C, tetapi proses tersebut terjadi secara bertahap.
Bandingkan dengan saat ini, di mana pemanasan sebesar hampir 1,2°C telah terjadi hanya dalam satu abad. Ini mengindikasikan terjadinya percepatan yang luar biasa.
Kenaikan suhu ini berdampak langsung pada pergeseran pola musim dan iklim, sehingga mengancam panen, sulitnya ketersediaan air bersih, hingga terjadinya banjir.
5. Gangguan Ekosistem dan Kepunahan Spesies
Suhu yang terus meningkat, perubahan pola curah hujan, dan pergeseran musim menyebabkan habitat alami banyak spesies menjadi terganggu atau bahkan hilang.
Kepunahan spesies tidak hanya berarti hilangnya satu bentuk kehidupan, tetapi juga melemahkan seluruh jaringan ekosistem.
Keanekaragaman hayati berperan penting dalam menjaga kestabilan fungsi ekosistem. Ketika satu spesies punah dampaknya bisa merambat ke banyak organisme lain dan mengganggu keseimbangan ekologis secara keseluruhan.
Baca Juga: Mengapa Harus Beralih ke Energi Hijau? Ini Dampaknya Bagi Masa Depan Bumi
Peran LNG dalam Menghadapi Pemanasan Global
Dalam upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperlambat laju pemanasan global, energi yang lebih bersih dan efisien menjadi kebutuhan mendesak.
Itulah kenapa Liquefied Natural Gas (LNG) kini memainkan peran strategis sebagai bahan bakar transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan. Dibandingkan dengan batu bara, pembakaran LNG menghasilkan sekitar 50% lebih sedikit emisi karbon dioksida (CO₂).
Sebagai sumber energi fosil yang paling bersih, LNG menawarkan solusi praktis bagi berbagai sektor, seperti industri, transportasi dan pembangkit listrik, untuk menurunkan jejak karbon tanpa harus menunggu kesiapan penuh energi terbarukan.
Secara global, banyak negara telah mengadopsi LNG sebagai bagian dari kebijakan energi berkelanjutan. LNG dianggap sebagai “jembatan energi” karena sifatnya yang dapat segera diterapkan dengan teknologi yang sudah tersedia.